Kemelut Mesir dari Sebuah Warung

Dengan mempertahankan cengkeraman tangan besinya di Mesir selama 30 tahun, Hosni Mubarak disejajarkan dengan Firaun,” demikian tulis Egidius Patnistik dalam liputannya di kolom Internasional kompas.com, 31 Januari lalu. Sangat menohok.

Saya sebetulnya tak terlampau paham dengan konstelasi politik Timur Tangah. Ya, barangkali memang bukan bidang saya. Halah..—opo tho. Koran yang disajikan di warung di mana saya biasa makan, lah yang memaksa saya untuk mengikuti perkembangan ini. Karena memang nampaknya, ketika membolak-balik Koran di meja makan—tentunya setelah memonopoli Koran dari penjaja lain,  tak ada berita yang lebih cocok dibaca sembari makan selain berita huru-hara itu.

Bahkan melebihi kemelut soal cerpen “Perempuan Tua dalam Rashomon” karya Dadang Ari Murtono (Kompas, 30 januari 2011). Cerita pendek ini mengegerkan dunia sastra Indonesia lantaran dianggap sebagai hasil dari plagiat dari cerpen Akutagawa Ryunosuke, cerpenis terbaik jepang, yang berjudul “Rashomon”. Yah. Ini memang gempar. Tapi tak ada huru-hara, melainkan sedikit caci-maki, umpatan, atau kekecewaan, entah pada Kompas atau Dadang.

Kembali ke Timur Tengah. Kawasan ini, terutama semenjak Revolusi Melati di Tunisia, tenrnyata telah menginspirasi hal serupa di beberapa negara lainnya. Kali ini giliran demonstrasi di Mesir. Sang Presiden Hosni Mubarak dituntut mundur secara besar-besaran. Namun Penerus Anwar-Sadat yang kekuasaanya bisa dibilang berimbang dengan Soeharto itu belum menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Sepembacaan saya terakhir, protes berdarah tersebut ternyata telah menewaskan sedikitnya 125 orang, hampir mengimbangi korban letusan Gunung Merapi beberapa bulan lalu.

Upaya pemerintah untuk meredam dengan memutus seluruh saluran telekomunikasi, termasuk internet, tidak membuahkan hasil. Sebaliknya, para penduduk dari seluruh kawasan, seluas 997.739 km², malah makin bergejolak. Akibat dari diputusnya saluran internet, pelbagai bidang nampaknya kelabakan. Dunia bisnis banyak mengeluh, masyarakat semaik brutal. Bebeapa saat lalu saya membaca, salah satu perusahaan yang berpengaruh di internet, Google Inc, meluncurkan layanan khusus bagi para pengguna Twitter di Mesir. Untuk berkomunikasi, mereka bisa melakukan panggilan ke sebuah nomor telepon dan meninggalkan pesan suara. Pesan suara ini yang akan diterjemahkan ke dalam file audio dan dikirim ke Twitter dengan tag pengenal #egypt.

Kini bangsa-bangsa lain mulai mendekat Mesir, sekadar untuk memantau pengekembangannya. Namun pada saat yang sama mereka juga berbondong-bondong memulangkan warganya dari negeri itu. Indonesia juga demikian, kini warganya yang tinggal di Mesir juga tengah dipulangkan, sebagian diungsikan di negara lain. Lantas bagaimana perkembangan selanjutnya? temui saya selepas makan esok hari.[]

Rifqi Muhammad

2 thoughts on “Kemelut Mesir dari Sebuah Warung

Leave a reply to Rob Gronkowski Jersey Cancel reply