Pembatas Buku

Saat ini, telah banyak penerbit yang menyertakan “pembatas buku” dalam setiap produk terbitannya. Meski benda ini tampak sederhana, ternyata pembatas buku memiliki banyak fungsi. Berkaitan dengan hal ini, tak hanya pembaca yang merasakan gunanya, tetapi juga penerbit dan buku itu sendiri. Dikalangan masyarakat, selain dikenal dengan istilah “pembatas buku”, benda mungil itu juga sering disebut dengan “batas baca”.

Dulu, tidak banyak buku yang memiliki pembatas buku. Benda ini hanya akan ditemui pada buku-buku tebal, atau yang tergolong hardcover. Bentuk dan bahan dasar pembatas buku pun masih seragam. Yakni, dengan memakai seutas pita yang salah satu ujungnya menempel pada bagian dalam punggung buku. Tepatnya, bagian atas buku. Pita ini melekat erat, tak gampang lepas, dan menjadi bagian dari raga buku itu sendiri. Diantara buku yang dilengkapi dengan pembatas buku jenis tersebut adalah kamus, Al Kitab, Al Qur’an, dan jenis buku teks tebal yang lain. Sedangkan buku-buku golongan paperback, apalagi yang tipis, lazimnya tak dilengkapi pita (pembatas buku).

Seiring perkembangan dunia penerbitan, kini hampir semua jenis buku memiliki pembatas buku. Namun, konsep pembatas buku yang lama tidak banyak digunakan lagi. Hanya buku tebal yang masih tampak mengunakan pita. Sedangkan untuk buku-buku yang tipis, pembatas buku tidak berbahan pita. Umumnya memakai bahan dari kertas, meski ada juga yang berbahan kulit, logam, kayu, dan sebagainya. Secara fisik, permukaan pembatas buku musti halus dan sedikit lebih tebal dari kertas halaman. Harapannya, agar tidak merusak kertas dan tidak mudah terlipat-lipat. Berbeda dengan konsep yang lama, pembatas buku jenis ini terpisah dari badan buku, berukuran kecil, sederhana, dan bentuknya beragam. Bentuk lazimnya memanjang, ada juga yang bulat dan pipih.

Bentuk pembatas buku yang dikeluarkan oleh tiap penerbit tidaklah sama, tergantung pilihan gaya dan kekhasan penerbit. Berbicara mengenai seni bentuk, masing-masing memiliki nuansa estetisnya tersendiri. Namun demikian, secara umum corak pembatas buku dari penerbit serupa dengan desain perwajahan sampul buku itu sendiri. Gambar yang tercetak pada muka pembatas buku, dilengkapi dengan logo dan alamat penerbit.

Bagi buku itu sendiri, keberadaan pembatas buku sangatlah penting. Dengan benda tersebut, pembaca akan lebih menghargai buku. Tanpa pembatas buku, secara tidak sadar, pembaca yang gegabah sering merusak buku. Tanpa pikir panjang, mereka biasanya memberi tanda berupa lipatan pada salah satu sudut halaman yang terakhir dibaca. Disamping itu, pembaca juga sering meletakkan buku dalam posisi menungging—punggung buku diatas, halamannya terbagi dua, mirip denga tenda mini. Jalas, tindakan ini akan berakibat fatal pada buku. Sebeb, buku akan gampang rusak. Tidak mustahil tak terpulihkan. Utamanya buku yang memakai perekat lem. Apalagi kalau ditinggalkan dalam waktu yang lama. Berbeda kalau pembaca menandai buku dengan memakai pembatas buku, maka fisik buku tidak mudah rusak.

Dengan adanya pembatas buku, pembaca pun akan terbantu. Terutama ketika berhenti pada halaman tertentu saat membaca buku. Caranya cukup praktis, pembaca tinggal meletakkan pembatas buku pada tengah halaman yang akan ditandai. Pada saat membaca kembali, pembaca juga akan dengan mudah dapat membuka halaman yang dimaksud. Ia tidak perlu ketakutan pada kerusakan buku, atau mengingat halaman.

Lebih jauh, pembaca yang memakai benda kecil dan sederhana itu untuk menandai halaman, merupakan pembaca yang memiliki rasa cinta pada buku. Kiranya ia tergolong pembaca yang apik, yang tak suka merusak buku. Dengan demikian, pembatas buku turut mewujudkan kecintaan pembaca pada buku dan membuat pembaca menghargai buku.

Lepas dari itu semua, buku yang tersusun di toko, akan lebih menarik apabila dilengkapi dengan pembatas buku. Kondisi semacam ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi penerbit. Sebab, benda ini akhirnya akan memiliki nilai lebih dimata pembeli. Buku tersebut tampak lebih elegan dan ekslusif. Calon pembeli pun akan mudah tertarik pada buku tersebut.

Bagi penerbit, penyertaan pembatas buku atau batas baca boleh jadi melebihi fungsi benda itu sendiri. Penerbit dapat menjadikan benda tersebut sebagai salah satu bentuk layanan terhadap konsumen. Benda itu dapat dijadikan sebagai ikon tersendiri bagi penerbit. Kesan yang muncul apabila melihat buku yang dilengkapi dengan pembatas buku, rasanya penerbit tak sekadar menjual buku, melainkan juga berupaya melayani kepentingan pembaca. Dalam hal ini, penerbit bisa menjadikan benda itu sebagai bagian dari corporate culture.

Disamping untuk memperkenalkan identitas, penerbit juga dapat memperkenalkan motto penerbit kepada pembaca melalui beran kecil itu. Contoh konkrit misalnya pada pembatas buku yang dikeluarkan oleh penerbit LKiS (Yogyakarta). Pada tampilannya tertuliskan “Memperkenalkan Perspektif Memperkaya Wacana”. Banda ini dapat juga digunakan untuk menggambarkan kelebihan buku. Misalnya pada penerbit Alvabet (Tangerang). Dalam pembatas buku “Spiritualitas Tanpa Tuhan”, tertuliskan “’Andre Comte-Sponville menulis sebuah karya yang sangat inspiratif.’—Ayaan Hisri Ali, penulis Infidel”. Tak lupa, benda ini juga dapat diandalkan sebagai media promosi tersendiri. Sebab, dalam setiap pembatas buku, selalu tercetak logo dan alamat penerbit.

Beranjak dari berbagai hal tersebut, pembatas buku memiliki banyak kelebihan. Hemat saya, kalau buku disertai dengan pembatas buku, semua bisa untung. Meski demikian, harus diingat, jangan sampai akhirnya pembatas buku akhirnya turut menyumbang menurunnya tingkat daya ingat pembaca. Namun yang lebih penting, sampai halaman berapa anda membaca?

Rifqi Muhammad, Pegiat Komunitas Kembang merak

3 thoughts on “Pembatas Buku

  1. Pingback: Membaca Inspirasi dan Manulis Gagasan « S . E . R . A . T

Leave a comment