Benang Merah Islamisme dan Fundamentalisme

Jejak KafilahJudul Buku : Jejak Kafilah; Pengaruh Radikalisasi Timur Tengah di Indonesia / Pengarang : Greg Fealy dan Anthony Bubalo / Penerbit : Mizan, Bandung / Cetakan : Cetakan I, Desember 2007 / Tebal : 202 Halaman

Peristiwa Pentagon dan World Trade Center pada 11 september 2001 telah menorehkan tinta kusam dalam lembaran sejarah diawal abad 21. Tak mengherankan kalau banyak reaksi yang muncul. Mulai dari pengucilan, kutukan, sampai aksi militer terhadap mereka yang dianggap sebagai terorisme pun terus berlanjut. Kalangan Islam garis keras lah yang menjadi sasaran, karena kelompok inilah yang dicurigai sebagai dalang semua aksi-aksi terorisme.

Sejak saat itu, banyak pihak yang memandang islam laiknya sekawanan kafilah fundamentalis berwajah tunggal, yang kalau dibiarkan, akan menjadi ancaman bagi dunia global. Akibatnya, pada dekade ini kita dihadapkan pada fenomena “perang melawan terorisme” yang ditujukan pada Islam. Demikianlah setidaknya kesan yang akhir akhir ini mencuat kepermukaan.

Melalui buku ini, Greg Fealy dan Anthony Bubalo hendak menguji persepsi dan klaim tersebut. Itulah mengapa, perkembangan ideologi Islamisme yang berawal dari kawasan Timur Tengah didedah demikian gamblang, lengkap dengan dampak penyebaran gagasan dan ideologi tersebut yang menjalar sampai ke Indonesia.

Kenapa harus bermula dari Timur Tengah? Tentu pilihan ini sangat beralasan. Jika memang terdapat “episentrum” ideologi Islamis, bisa dikatakan “episentrum” ideology tersebut secara tipikal adalah di Timur Tengah. Atas dasar in kemudian Timur Tengah dianggap sebagai titik pangkal kemunculah ideology Islamisme.

Mengkaji benang merah fundamentalisme agama di Timur Tengah dengan fenomena keagamaan di Indonesia sangat tepat. Bagaimana tidak, Islam Indonesia yang berkarakter sejuk dan damai, kini mengalami radikalisasi besar-besaran. Jelas, Islam Indonesia telah banyak mendapat pengaruh dari Timur Tengah. Maka dari itu, Indonesia menjadi Negara yang paling representativ untuk melihat penyebaran fundamentalisme agama diluar kawasan Timur Tengah.

Di Timur Tengah, radikalisasi ideologi kelompok-kelompok Islam mulai bangkit pada paruh abad 20. Spirit gerakan yang dibangun kala itu yakni berusaha mendapatkan kembali kejayaan silamnya yang telah ambruk masa Khalifhan Ustmani. Menguatnya semangat kelompok Islamis juga dipengaruhi oleh kebencian mereka terhadap barat yang sering menggencarkan penindasan intelektual dan fisik (deskriminasi dan invasi militer) terhadap Timur.

Untuk mewujudkan misinya, usaha yang dilakukan gerakan Islamis ini bermacam-macam. Bagi kelompok yang cukup moderat biasanya mengambil jalan dengan berintegrasi dalam wilayah politik.  Ada juga yang melakukan pembiusan massa dengan lewat pendidikan dan pengajian. Namun tidak sedikit pula yang memilih jalan dengan menebar terror bernuansa sentimen keagamaan.

Pola gerakan yang dibangun oleh kelompok Islamis ini memberi penekanan pada orientasi lintas Negara. Tidak mengherankan kalau gerakan Islamis Timur Tengah akhirnya sampai di Indonesia. Salah satunya adalah gerakan Salafi. Gerakan ini mewacanakan pemurnian Islam dari pengaruh sejarah, kebudayaan dan kebangsaan. Tujuannya menciptakan identitas islam murni yang universal dan transnasional. Oliver Roy menyebut mereka sebagai gerakan “neofundamentalis”.

“diam-diam menghanyutkan”, demikianlah karakter gerakan Islamis salafi. Meski pada umumnya berkarakter “kalem”, neofundamentalis menyimpan kekuatan yang ultra-radikal. Buktinya, dengan modal argument atau dalih mempertahankan posisi umat Islam, diengkapi menjiplak sedikit dalil, mereka mampu menggerakkan seluruh jamaah dari pengajiannya untuk bergerak gencar menebar teror.

Transmisi gagasan Islamis lain yang diimpor Islam Indonesia juga tampak pada sebuah gerakan yang diilhami oleh ide-ide Ikhwanul Muslimin. Gerakan Islam Timur Tengah yang dimotori Hasan Al Banna dan Sayyid Quthb ini memiliki nalar pikir yang tidak memisahkan wilayah politik, Islam, dan masyarakat. Tentu saja pola pikir ini memengaruhi partisipasi politik mereka dalam demokrasi, termasuk yang di Indonesia.

Lepas dari gerakan diatas, ada juga kelompok Islamis lain di Indonesia yang berasal dari Afghanistan. Mereka memiliki jaringan kuat dengan aktivis dan para pemimpin Al-Qaeda. Bisa ditebak, gagasan-gagasan Islamis inilah yang berperan penting bagi kemunculan kelompok teroris di Indonesia. Kebanyakan dari pentolan kelompok ini pernah bertandang di Afghanistan, dan di Negara itulah mereka dipersiapkan secara khusus untuk “berjihad” di Indonesia.

Dari beberapa ide dan pola pemikiran Islamisme Indonesia yang diadopsi dari Timur Tengah, banyak diantaranya menjelma dalam bentuknya masing-masing. Partai Keadilan Sejahtera yang berkiblat pada Ikhwanul Musllimin, akhirnya mampu memberikan sumbang positif dalam percaturan politik Indonesia. Demikian juga Jamaah Islamiah yang memiliki pola gerakan mirip dengan induknya, Al-Qaeda. Demikian pun dengan gerakan salafi Indonesia yang mirip dengan salafi Timur Tengah.

Dalam persoalan ideologis, bermacam gerakan Islam ini tetap memiliki beberapa kesamaan. Diantaranya pandangan-pandangan anti-Semitis dan teori konspirasi anti-Barat. Juga minat dan perhatian terhadap isu-isu moralitas dan kesalehan islam. Meskipun memanggul spirit yang sama mereka tetap bergerak dalam bentuk yang berbeda, sesuai dengan porosnya masing masing. Namun hubungan masing-masing kelompok Islamis di Indonesia dengan yang berada di Timur Tengah bukanlah bersifat komando.

Meski kita telah melihat banyak pengaruh, kemiripan, dan dampak gagasan islamis Timur Tengah, sebenanya hampir semua gagasan yang menyebar Indonesia telah mengalami mediasi atau modifikasi. Misalnya dalam pemikiran Ikhwanul Muslimin, pendekatan Gradualis Hasan Al-Banna lebih banyak digunakan dibanding gagasan Sayyid Quthb yang lebih revolusioner. Alasannya pemikiran Hasan Al-Banna lebih sesuai dengan perpolitikan yang ada di Indonesia.

Satu dampak yang menarik dari pertautan antara Timur Tengah dengan Indonesia, bahwa Timur Tengah mampu menancapkan pemahaman yang secara ideologis sangat kuat. Akibatnya, kelompok-kelompok Islamisme ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi Indonesia, sekalipun kelompok ini minoritas. Misalnya JI dan salafi, JI dan salafi mengilustrasikan poin penting bahwa meski secara kuantitas sangat kecil, tetapi menebar dampak yang besar, terutama mengenai persepsi tentang masyarakat Islam dan bangsa Indonesia dimata Dunia.

Penulis menilai, dalam memaknai fenomena keagamaan dan gerakan-gerakan Islamisme di Indonesia jangan selalu dilihat dalam aspek negatif. Sebab ada juga Ide-ide yang berawal dari pengaruh dari Timur Tengah, ternyata juga mampu memperkaya keragaman dan kekayaan diwilayah Politik dan pendidikan, inilah yang kiranya perlu kita pahami bersama.

Kalau mencermati sistematika, pilihan tema dan pembahasannya, tidak berlebihan kalau buku ini dianggap sebagai karya yang cukup konperhensif untuk memahami pengaruh gerakan Islamisme Timur Tengah di Indonesia. Tema-tema yang di angkat dalam buku berjudul Jejak Kafilah; Pengaruh Radikalisasi Timur Tengah di Indonesia ini pun masih sangat relevan dengan perkembangan aktual di negri ini. Ditegah maraknya isu terorisme yang tak jua berhenti, tentu karya ini menjadi sangat segar untuk dibaca.

Rifqi Muhammad, Pegiat Komunitas Kembang Merak, Yogyakarta.

3 thoughts on “Benang Merah Islamisme dan Fundamentalisme

  1. Pingback: Mistisime Jawa dalam Belenggu Kebebasan Beragama « S . E . R . A . T

Leave a reply to yuni Cancel reply