Oleh RIFQI MUHAMMAD
[1]
Berpuluh-puluh menit memandangi ketiga lukisan Nur Ikhsan “Brekeley”, tak lantas membuat saya mampu menempatkannya dalam tatanan sensorial saya. Seakan, ketiga lukisan Brekeley, Kriwikan Dadi Grojogan, Human Eksistence, dan Mith, diracik oleh tiga perupa yang berbeda. Selain kesulitan menakik benang merah untuk merangkum ketiganya, saya merasa, ketiga lukisan itu hidup dalam konteksnya sendiri. Terpecah dan berdiri sendiri. Ketiganya saling berebut perhatian dalam ruang tafsir sensorial saya.
Bentuk yang digambarkan oleh Brekeley bukanlah bentuk-bentuk realis. Bentuk yang tidak berkorelasi langsung dengan pengalaman sensorial indrawi kita, melainkan menohok alam imajiner kita. Lukisan Brekeley menggeledah bentuk-bentuk dalam kesadaran (consciousness) dan mimpi (unconsciousness) saya. Saya merasa Brekeley berusaha mengolah bagian-bagian tertentu untuk meraih penekanan ketimbang menyajikan bentuk secara keseluruhan. Bentuk-bentuk yang merangsang sensasi itulah yang saya kira bisa dirasakan dengan tetap menatapnya sebagai kesalingberkaitan dengan bagian lain. Continue reading