Ketegangan dan Kelenturan Lukisan

Oleh RIFQI MUHAMMAD

[1]

Berpuluh-puluh menit memandangi ketiga lukisan Nur Ikhsan “Brekeley”, tak lantas membuat saya mampu menempatkannya dalam tatanan sensorial saya. Seakan, ketiga lukisan Brekeley, Kriwikan Dadi Grojogan, Human Eksistence, dan Mith, diracik oleh tiga perupa yang berbeda. Selain kesulitan menakik benang merah untuk merangkum ketiganya, saya merasa, ketiga lukisan itu hidup dalam konteksnya sendiri. Terpecah dan berdiri sendiri. Ketiganya saling berebut perhatian dalam ruang tafsir sensorial saya.

Bentuk yang digambarkan oleh Brekeley bukanlah bentuk-bentuk realis. Bentuk yang tidak berkorelasi langsung dengan pengalaman sensorial indrawi kita, melainkan menohok alam imajiner kita. Lukisan Brekeley menggeledah bentuk-bentuk dalam kesadaran (consciousness) dan mimpi (unconsciousness) saya. Saya merasa Brekeley berusaha mengolah bagian-bagian tertentu untuk meraih penekanan ketimbang menyajikan bentuk secara keseluruhan. Bentuk-bentuk yang merangsang sensasi itulah yang saya kira bisa dirasakan dengan tetap menatapnya sebagai kesalingberkaitan dengan bagian lain. Continue reading

Kondisi Post-anatomi, Melukis Manusia

; catatan lepas untuk memasuki tubuh manusia dalam seni rupa

Dalam kancah seni rupa, Raden Saleh Syarif Bustaman dikategorikan sebagai pioner perupa modern di Indonesia. Dilahirkan di kalangan kerabat bupati semarang, Saleh termasuk kaum pribumi sebetulnya, namun karena perupa ini banyak bergumul dengan kalangan londo, terlebih seusai belajar di Eropa atas beasiswa Belanda dan menikah dengan orang Belanda, gaya hidupnya lebih mengarah kebarat-baratan.

Perkembangan karya lukisn Saleh pun demikian. Seusai belajar di Belanda dan di beberapa negara lain di Eropa, Saleh terpengaruh dengan seni rupa romantisme yang masa itu amat menggejala di benua sana. Wujud romantisme itu tampak di beberapa lukisan Saleh, Penangkapan Diponegoro termasuk salah satunya. Continue reading